Persewaan Baju Wisuda Banyuwangi
Harga sewa toga rata rata 35.000/pcs dengan Baju toga Ori bukan kw. topi kami bisa mnggunakan rangka besi dan bukan pake karton atw fiber. barang relatif baru serta berkantong untuk menempatkan handphone. kantong tempat tisu untuk usap tangisan haru saat kelulusan siap kami jahitkan. baju nyaman dan tidak panas saat dipakai. kami juga menyediakan baju toga yang hangat saat di pakai di ruangan berAC dingin luar biasa. warna hitam mengkilap bersih dan berkilau. buktikan saja..!
Menyediakan Toga berbagai Fakultas:
Fakultas Kedokteran, Fakultas Ilmu Kesehatan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Pertanian, Fakultas Peternakan, Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya, Fakultas Tehnik, Fakultas Mipa, Fakultas Biologi, Fakuktas perikanan dan ilmu kelautan
Bahkan Pascasarjana.
Menyediakan Jubah Toga Wisuda berbagai jenjang :
perSewaan baju toga wisuda TK, SD, SMP, SMA & Sarjana.
CATATAN:
* stock samir setiap fakultas tidak terbatas bila janjian di jauh jauh hari
* toga laki laki atau perempuan bisa di buat berbeda
* ukuran toga ada 6 tipe (xs, s, m, l, xl, xxl) menyesuaikan ukuran badan penyewa
* boleh diliat dan dicoba dulu. juga bisa ditukar bila baju toga dirasa kebesaran atau terlalu kecil
* di balikin boleh tanpa di cuci
* topitogawisuda dot com
lokasi kami : Jl. Safire Ⅴ, Gemurung, Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur 61254
dari CV INDO DELTA TEXTIL
0812 1661 9060
Kabupaten Banyuwangi adalah sebuah kabupaten (bahasa Indonesia: kabupaten) provinsi Jawa Timur di Indonesia. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur Pulau Jawa. Ini berfungsi sebagai pelabuhan antara Jawa dan Bali. Dikelilingi oleh pegunungan dan hutan di sebelah barat; melalui laut ke timur dan selatan. Banyuwangi dipisahkan oleh Selat Bali dari Bali. Dengan luas 5.782,4 km2, kabupaten ini adalah yang terbesar di Jawa. Ini memiliki populasi 1.488.791 menurut Sensus 2000; oleh Sensus 2010, telah meningkat menjadi 1.556.078; dan perkiraan resmi terbaru (untuk Januari 2014) adalah 1.599.788. Kota Banyuwangi adalah ibukota administratif. Nama Banyuwangi adalah bahasa Jawa untuk “air wangi”, terhubung ke cerita rakyat Jawa Sri Tanjung.
Satu kelompok asli Banyuwangi adalah komunitas Osing yang memiliki budaya Hindu meskipun mereka dapat dianggap sebagai kelompok sub-etnis Jawa. Mereka hidup terutama di bagian tengah Banyuwangi dan mereka kadang-kadang menganggap diri mereka sebagai keturunan Majapahit. [Rujukan?] Kelompok lain adalah orang Jawa (kebanyakan tinggal di selatan dan barat), orang Madura (terutama di daerah utara dan pesisir) dan Bali (tersebar) tetapi lebih terkonsentrasi di timur). Kelompok-kelompok kecil lainnya termasuk Cina, Bugis, dan Arab.
Setelah dikenal sebagai Blambangan (atau variasinya: Balambangan dan Balumbungan), itu adalah bawahan Kerajaan Majapahit dan pusat perdagangan regional. Setelah Kerajaan Majapahit lenyap, ia menjadi kerajaan yang merdeka dan, dengan demikian, kerajaan Hindu terakhir di Jawa. Untuk membela diri dari pasukan Kesultanan Demak, yang mencoba untuk mendudukinya, Blambangan meminta bantuan dari raja-raja Bali, yang menyebabkannya kehilangan kemerdekaannya terhadap kerajaan-kerajaan Bali. Selama ini Blambangan sangat dipengaruhi oleh budaya Bali. Setelah sekitar 150 tahun pendudukan Bali, Kesultanan Mataram menguasai wilayah dan menamainya Banyuwangi. Kemudian, itu adalah bagian dari wilayah Mataram yang dikendalikan oleh VOC (1770). Selama ekspansi perkebunan pada abad ke-19, banyak bagian Banyuwangi ditanam dengan kopi dan tebu, yang menampilkan lanskapnya bahkan sekarang. Orang Cina dan Arab kebanyakan datang selama periode ini.
Masyarakat Banyuwangi dikenal karena kombinasi tradisi Islam dan pra-Islam mereka.
Selama Jatuhnya Suharto, seorang dukun di Banyuwangi terhadap para dukun yang diduga berputar ke dalam kekacauan dan kekerasan yang meluas. Selain para dukun yang diduga, ulama Islam juga menjadi sasaran dan dibunuh, anggota Nahdlatul Ulama dibunuh oleh para perusuh.
Tari Gandrung
Ini adalah tarian khas Banyuwangi yang dilakukan oleh seorang wanita dan bersama dengan musik sederhana seperti biola, segitiga (disebut kluncing), gong (atau kempul), kendhang dan kadang-kadang dengan keyboard sebagai akibat dari pengaruh modern. Itu dilakukan pada malam hari hingga fajar terutama di pesta-pesta.
Janger atau Damarwulan
Damarwulan adalah pahlawan legendaris yang menampilkan seni teater tradisional yang telah dikembangkan sejak abad ke-19 di Banyuwangi. Ini adalah kombinasi dari budaya Bali, Jawa dan lokal. Pengaruh Bali dapat dilihat dalam kostum dan instrumen para pemainnya. Sementara itu, pengaruh Jawa ada dalam “lakon” atau cerita-ceritanya serta bahasa dalam dialog. Ini berbeda dari Janger Bali.
Distrik administrasi
Kabupaten Banyuwangi terbagi menjadi 24 kabupaten (bahasa Indonesia: kecamatan), terdaftar di bawah ini dengan populasi mereka di Sensus 2010: [3]
Pesanggaran (49.412)
Siliragung (44,390)
Bangorejo (59.442)
Purwoharjo (64,949)
Tegaldlimo (61,176)
Muncar (128.924)
Cluring (70.044)
Gambiran (58,412)
Tegalsari (46.161)
Glenmore (69,471)
Kalibaru (61.182)
Genteng (83.123)
Srono (87.209)
Rogojampi (92.358)
Kabat (67.137)
Singojuruh (45.242)
Sempu (71.281)
Songgon (50.275)
Glagah (34,002)
Licin (27.878)
Banyuwangi (kota) (106.000)
Giri (28.510)
Kalipuro (76.178)
Wongsorejo (74.307)
Pariwisata
Reede di Bali Street, Banjuwangi, Jawa Timur
Banyak wisatawan Eropa yang mengunjungi Bali datang ke Banyuwangi untuk berselancar di Plengkung dan menyelam di Pulau Tabuhan. Feri dari Bali tiba di pelabuhan Ketapang, sekitar 8 km di sebelah utara kota Banyuwangi. Pantai Plekung juga dikenal sebagai G-Land atau lahan hijau memiliki 3 jenis gelombang hingga 6 hingga 8 meter. [4]
Kompetisi Selancar Internasional Banyuwangi 2014
Ini adalah kompetisi kedua kalinya setelah kompetisi 2012. Kompetisi 23-25 Mei 2014 diikuti oleh setidaknya 15 negara di Pantai Pulau Merah (Red Island Beach) yang memiliki tinggi 4 meter dan panjang gelombang 400 meter. [5]
Segitiga Berlian
Diamond Triangle terdiri dari: [6]
Taman Wisata Alam Kawah Ijen, kita dapat melihat kawah danau tosca dan penambangan belerang tradisional yang mobilisasi belerangnya masih menggunakan manusia untuk mendaki dan turun ke kawah.
Taman Nasional Alas Purwo, selain melihat hewan-hewan kita bisa berselancar di G-Land / Plengkung dengan Money Trees, Speddy’s, Kongs, Twenty-twenty dan Tiger Track ombak.
Taman Nasional Meru Betiri, Sukamade Turtle Breeding Station secara teratur melepaskan bayi penyu laut untuk membuka samudra. 4 dari 6 jenis penyu dapat ditemukan di Indonesia secara teratur mengunjungi Sukamade untuk menaruh telur mereka. Penyu Hijau (Chelonia mydas) mengunjungi Pantai Sukamade hampir setiap malam, Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea) mengunjungi pada bulan Maret hingga Juni, Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) meletakkan telur setiap 4 tahun pada bulan Juni hingga September dan menakuti Penyu Sisik (Eremochelys olivacea) sangat jarang mengunjungi pantai.
Banyak air terjun
Pengunjung mungkin tertarik untuk menemukan beberapa air terjun di satu wilayah. Dibuka secara resmi pada tahun 2014, ada sejumlah air terjun di Kampung Anyar (Desa Baru), dekat Perkebunan Kalibendo, sekitar 15 kilometer dari Banyuwangi dalam perjalanan ke Gunung Ijen. Ada 3 air terjun dekat satu sama lain yang dikenal sebagai “Triple Waterfall” dapat ditemukan 10 menit berjalan kaki menuruni tangga dari area parkir. Atau sekitar 300 meter di sepanjang sungai, berjalan menanjak, Kethagen Waterfall dapat ditemukan. Tebing di samping sungai dapat memantulkan sinar matahari, berkilauan seperti berlian. [7]
Iklim
Banyuwangi memiliki iklim tropis kering dan basah sedang, mirip dengan musim kemarau Banyuwangi mulai dari Mei hingga Oktober, dan sisanya adalah musim hujan. pada tahun 2013, suhu rata-rata tertinggi di Banyuwangi adalah pada bulan Oktober dengan 28,2 ° C dan suhu rata-rata terendah adalah pada bulan April dengan 24,8 ° C
Lingkungan Hidup
Hutan dan sungai di Banyuwangi terjaga dengan baik, kata Masyarakat Capung Indonesia karena mereka menemukan 3 spesies capung yang hanya dapat hidup di lingkungan yang baik. [12]
Namun demikian, ada kontroversi lokal di Kabupaten ini mengenai dampak kegiatan penambangan emas di wilayah desa Tumpang Pitu. Pada tahun 2006, pemerintah Kabupaten Banyuwangi memberikan izin penambangan kepada satu perusahaan, PT Indo Multi Niaga, yang kemudian mengalihkan lisensi ke perusahaan lain. Namun, masyarakat setempat telah menyatakan keprihatinan tentang kegiatan penambangan emas sejak tahun 1997. Isu-isu yang sebagian terkait dengan perlindungan daerah di sekitar kuil Hindu lokal, sebagian terkait dengan masalah lingkungan, dan sebagian terkait dengan pandangan masyarakat setempat tentang ekonomi dan dampak sosial penambangan
Geografi
Kabupaten Banyuwangi yang secara geografis terletak pada koordinat 7º45’15”–8º43’2” LS dan 113º38’10” BT.
Wilayah kabupaten Banyuwangi cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung (3.344 m) dan Gunung Merapi (2.799 m). Di balik Gunung Merapi terdapat Gunung Ijen yang terkenal dengan kawahnya. Gunung Raung dan Gunung Ijen adalah gunung api aktif.[butuh rujukan]
Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam, yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade merupakan kawasan pengembangan penyu. Di Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam, yaitu Taman Nasional Alas Purwo.
Pantai timur Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan.
Transportasi
Ibu kota Kabupaten Banyuwangi berjarak 290 km sebelah timur Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Banyuwangi merupakan ujung paling timur jalur pantura serta titik paling timur jalur kereta api pulau Jawa yaitu Stasiun Banyuwangi Baru.[9]
Pelabuhan Ketapang terletak di kota Banyuwangi bagian utara, menghubungkan Jawa dan Bali dengan kapal ferry, LCM, roro dan tongkang.[butuh rujukan]
Dari Surabaya, Kabupaten Banyuwangi dapat dicapai dari dua jalur jalan darat, jalur utara dan jalur selatan. Jalur utara merupakan bagian dari jalur pantura yang membentang dari Anyer hingga pelabuhan Panarukan dan melewati kabupaten Situbondo. Sedangkan jalur selatan merupakan pecahan dari jalur pantura dari Kabupaten Probolinggo melewati Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember di kedua jalur tersebut tersedia bus eksekutif/PATAS maupun ekonomi.
Terdapat pula moda transportasi darat lainnya, yaitu jalur kereta api Surabaya – Pasuruan – Probolinggo – Jember dan berakhir di Banyuwangi. Stasiun Banyuwangi Baru terletak di Kota Banyuwangi tidak jauh dari Pelabuhan Penyeberangan Ketapang. Stasiun Kereta Api yang cukup besar di Banyuwangi adalah Stasiun Banyuwangi Baru, Karang Asem, (Kecamatan Glagah), Rogojampi, Stasiun Kalisetail, (Kecamatan Sempu), dan Kalibaru. Selain itu ada juga stasiun yang lebih kecil seperti Singojuruh, Temuguruh, Glenmore, Sumberwadung dan Halte Krikilan.
Untuk transportasi wilayah perkotaan terdapat moda angkutan mikrolet, taksi Using Transport serta van atau yang oleh masyarakat setempat disebut ‘colt’ yang melayani transportasi antar kecamatan dan minibus yang melayani trayek Banyuwangi dengan kota-kota kabupaten di sekitarnya.
Bandar Udara Blimbingsari di kecamatan Blimbingsari dalam pembangunannya sempat tersendat akibat kasus pembebasan lahan, dan memakan korban 2 bupati yang menjabat dalam masa pembangunannya yaitu Bupati Samsul Hadi (2000–2005) dan Bupati Ratna Ani Lestari (2005–2010). Dan pada tanggal 28 Desember 2010, Bandar Udara Blimbingsari telah dibuka untuk penerbangan komersial Banyuwangi (BWX) – Jakarta (CGK) – Banyuwangi (BWX) dan Banyuwangi (BWX) – Surabaya (SUB) – Banyuwangi (BWX).
Selain itu terdapat Pelabuhan Tanjung Wangi di Ketapang, Kecamatan Kalipuro selain sebagai pelabuhan bongkar muat barang dan peti kemas, juga melayani pelayaran ke kepulauan di bagian timur Madura, seperti Kep. Sapeken, Kep. Kangean, dan Kep. Sapudi.
Penduduk
Penduduk Banyuwangi cukup beragam. Mayoritas adalah Suku Osing, namun terdapat Suku Madura (kecamatan Muncar, Wongsorejo, Kalipuro, Glenmore dan Kalibaru) dan suku Jawa yang cukup signifikan, serta terdapat minoritas suku Bali, dan suku Bugis. Suku Bali banyak mendiami desa di kecamatan Rogojampi, bahkan di desa Patoman, Kecamatan Rogojampi seperti miniatur desa Bali di pulau Jawa. Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai sebuah sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal sebagai salah satu ragam tertua bahasa Jawa. Suku Osing mendiami di Kecamatan Glagah, Licin, Songgon, Kabat, Giri, Kota serta sebagian kecil di kecamatan lain.[butuh rujukan]
Sejarah
Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Hindu Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa ini secara administratif VOC menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan jawa bagian timur (termasuk blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Padahal Mataram tidak pernah bisa menguasai daerah Blambangan yang saat itu merupakan kerajaan hindu terakhir di pulau Jawa. Namun VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaanya sampai pada akhir abad ke-17, ketika pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenal sebagai “kompleks Inggrisan” adalah bekas tempat kantor dagang Inggris.[butuh rujukan]
VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaanya atas Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulut perang besar selama lima tahun (1767–1772). Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Sayangnya, perang ini tidak dikenal luas dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kompeni Belanda. Namun pada akhirnya VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya kerajaan Blambangan. Tetapi perlawanan sporadis rakyat Blambangan masih terjadi meskipun VOC sudah menguasai Blambangan. Itu bisa terlihat dengan tidak adanya pabrik gula yang dibangun oleh VOC saat itu, berbeda dengan kabupaten lainnya di Jawa Timur.
Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah Putri Sri Tanjung yang di bunuh oleh suaminya di pinggir sungai karena suaminya ragu akan janin dalam rahimnya bukan merupakan anaknya tetapi hasil perselingkuhan ketika dia ditinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putri berkata: “Jika darah yang mengalir di sungai ini amis memang janin ini bukan anakmu tetapi jika berbau harum (wangi) maka janin ini adalah anakmu”. Maka seketika itu darah yang mengalir ke dalam sungai tersebut berbau wangi, maka menyesalah sang suami yang dikenal sebagai Raden Banterang ini dan menamai daerah itu sebagai Banyuwangi.
Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak terhadap kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit, yaitu Damarwulan. Namun sesungguhnya nama Minak Djinggo bukanlah nama asli dari adipati Blambangan. Nama tersebut diberikan oleh sebagian kalangan istana Majapahit sebagai wujud olok-olok kepada Brhe Wirabumi yang memang putra prabu hayam wuruk dari selir. Bagi masyarakat Blambangan, cerita Damarwulan tidak berdasar. Cerita ini hanya bentuk propaganda Mataram yang tidak pernah berhasil menguasai wilayah Blambangan yang saat itu disokong oleh kerajaan hindu Mengwi di Bali.
Julukan
Patung selamat datang di Banyuwangi pada kaki gunung Gumitir
Kabupaten Banyuwangi menyandang beberapa julukan, di antaranya:
The Sunrise of Java
Julukan The Sunrise of Java disandang Kabupaten Banyuwangi tidak lain karena daerah yang pertama terkena sinar matahari terbit di pulau Jawa.
Bumi Blambangan
Sejarah berdirinya Banyuwangi tidak bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan Blambangan, karena Blambangan merupakan cikal bakal dari Banyuwangi. Blambangan adalah kerajaan yang semasa dengan kerajaan Majapahit bahkan dua abad lebih panjang umurnya. Blambangan adalah kerajaan yang paling gigih bertahan terhadap serangan Mataram dan VOC serta Blambanganlah kerajaan yang paling akhir ditaklukkan penjajah Belanda di pulau Jawa.
Kota Osing
Salah satu keunikan Banyuwangi adalah penduduk yang multikultur, dibentuk oleh 3 elemen masyarakat yaitu Jawa Mataraman, Madura, dan Osing. Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi. Sebagai keturunan kerajaan Blambangan, suku osing mempunyai adat-istiadat, budaya maupun bahasa yang berbeda dari masyarakat jawa dan madura.
Kota Santet
Julukan Banyuwangi kota santet terkenal sejak peristiwa memilukan ketika 100 orang lebih dibunuh secara misterius karena dituduh memiliki ilmu santet. Peristiwa ini dikenal luas oleh masyarakat sebagai “Tragedi Santet” Tahun 1998.
Kota Gandrung
Kabupaten Banyuwangi terkenal dengan Tari Gandrung yang menjadi maskot kabupaten ini.
‘Kota Banteng
Kabupaten Banyuwangi dijuluki kota banteng dikarenakan di Banyuwangi tepatnya di Taman Nasional Alas Purwo terdapat banyak banteng jawa.
Kota Pisang
Sejak dahulu Kabupaten Banyuwangi sangat dikenal sebagai penghasil pisang terbesar, bahkan tiap dipekarangan rumah warga selalu terdapat pohon pisang.
Kota Festival
Berawal dari sukses penyelenggaraan kegiatan budaya Banyuwangi Ethno Carnival pertama pada tahun 2011 lalu, maka pada tahun-tahun berikutnya seakan tak terbendung lagi semangat dan kegairahan masyarakat Banyuwangi untuk mengangkat potensi dan budaya daerah melalui rangkaian kegiatan yang dikemas dalam tajuk Banyuwangi Festival. Maka sejak 2012 acara Banyuwangi Ethno Carnival ditahbiskan menjadi agenda tahunan berbarengan dengan kegiatan lain, baik yang bersifat seni, budaya, fesyen, dan wisata olahraga.
Wisata
Ombak Pantai Plengkung, salah satu ombak terbaik di dunia.
Kabupaten Banyuwangi memiliki banyak objek wisata seperti[10][11][12]
Kawah Ijen
Pantai Boom
Pantai Plengkung
Pantai Rajegwesi
Pulau Merah
Watu Dodol
Teluk Hijau
Teluk Biru
Pantai Lampon
Pantai Blimbingsari
Pantai Wedi Ireng
Pantai Sukomade
Pantai bangsring
Pantai cemara
Rawa Bayu
Rawa bulan
Rumah Pohon
Rumah Apung
Waduk Sidodadi
Waduk Bajulmati
Pulau Tabuhan
Air Terjun Lider
Air Terjun Wonorejo (Tirto Kemanten)
Air Terjun Jagir
Air Terjun Antogan
Air Terjun Selendangarum
Wisata Osing
Wisata Arung Jeram Kali Badeng
Taman Blambangan
Taman Sritanjung
Taman Tirtawangi
Alam Indah Lestari
Mira Fantasy
Taman Suruh
Taman Nasional Alas Purwo
Taman Nasional Meru Betiri
Taman Nasional baluran
Savanna Sadengan
Taman Jawatan
Wisata Sejarah Asrama Inggrisan
Kuliner Banyuwangi
Masakan
Kabupaten Banyuwangi mempunyai bermacam-macam masakan khas Banyuwangi, diantaranya:
Sego tempong
Sego cawuk
Pindang Srani
Sego Gecok
Sego Golong
Sate Kalak
Pecel Pitik
Sambel Lucu
Jangan Kelor
Jangan Kesrut
Jangan Pakis
Jangan Lobok
Jangan Lompong
Jangan Bobohan
Jangan Jawar
Jangan Leroban
Jangan Pol
Jangan Klenthang
Jangan Bung
Pelasan Oling
Pelasan Uceng
Peceg Lele
Uyah Asem Pitik
Kupat Lodoh
Pindang koyong
Bothok Simbukan
Bothok Tawon
Ayam Pedas Genteng
Rujak Letog
Sambel Pedho
Sambel Pindang
Sambel Pete
Oseng-oseng Pare
Bindol Pakem
Tahu Petis
Wiyongkong
Rujak soto
Pecel Thotol
Lak-lak
Jajanan tradisional
Kabupaten Banyuwangi mempunyai bermacam-macam jajanan pasar khas Banyuwangi, diantaranya:
Bagiak
Sale Pisang Barlin
Kelemben
Satuh
Manisan Cerme
Manisan Pala Kering
Manisan Tomat
Manisan Kolang-kaling
Ladrang
Kacang Tanah Open Asin
Dodol Salak
Sale Pisang Anggur
Loro Kencono
Karang Emas
Kolak Gepuk
Widaran
Wiroko
Petulo
Ketan Kirip
Onde – Onde
Tahu Walek
Minuman
Kabupaten Banyuwangi mempunyai bermacam-macam minuman khas Banyuwangi, diantaranya:
Secang
Selasih
Ronde
Angsle
Caok
Setup Semarang
Kolak Duren
Kopi Luwak
Kopi Lanang
Kopi Kemiren
Es Gedang Ijo
Es Temu lawak
Oleh-oleh
Kabupaten Banyuwangi mempunyai bermacam-macam oleh-oleh khas Banyuwangi, diantaranya:
Awug (iwel-iwel)
Lanun
Serabi Solo
Dodol garut
Jenang Kudus
Jenang Bedil
Jenang Mutioro
Jenang Selo
Ketot
Apem Takir
Lak-lak
Precet
Sumping
Bikang
Setupan Polo
Seni budaya
Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa, Tionghoa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di pulau Jawa.[butuh rujukan]
Di dusun Selorejo, kecamatan Glenmore, di lereng Gunung Raung, terdapat Pura Beji Ananthaboga, sebuah pura dan petirtaan yang terletakserta menempati wilayah Perhutani KPH Banyuwangi Barat.
Petirtan di Pura Beji Ananthaboga dan Pelinggih Ganesha
Batik
Batik yang disebut-sebut sebagai jati diri Bangsa Indonesia tak bisa diragukan. Keberadaannya memang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya orang Jawa. Motif-motifnya pun terinspirasi tak jauh dari kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan banyuwangi, memiliki beberapa motif yang terkenal yaitu
Gajah oling
Paras Gempal
Sekar Jagad
Kangkung Setingkes
Mata Ayam
Jenis Batik tadi merupakan sebagian dari Motif Batik khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.
Kesenian tradisional
Penari Gandrung di depan rumah adat Osing desa Kemiren.
Gamelan Banyuwangi yang mengiringi tari gandrung.
Kesenian tradisional khas Banyuwangi antara lain:
Angklung Caruk
Barong Kemiren
Barong Kumbo
Barong Prejeng
Barong lundoyo
Barong ider bumi
Drama Janger
Drama Osing
jejer Gandrung
Jaranan butho
Pacu Gandrung
Gandrung dor
Gandrung Marsan
Gandrung seblang lukinto
Gama gandrung
Gandrung banyuwangi
Gedhogan
Kebo-Keboan
Keboan
Kuwung
Kuntulan
Mocopatan Pacul Goang
Patrol
Seblang
Wayang Osing
Jenis kesenian tadi merupakan sebagian dari kesenian khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.
Musik khas Banyuwangi
Gamelan Banyuwangi khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung memiliki kekhasan dengan adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan sebagai pantus atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19, seorang Eropa menyaksikan pertunjukan Seblang (atau Gandrung) yang diiringi dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba menyelaraskannya dengan biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan lagu-lagu Seblang tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama menyayat yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin dikeluarkan oleh suling.
Selain itu, gamelan ini juga menggunakan “kluncing” (triangle), yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat dari kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan yang sama, dan angklung, atau rebana.